DUNIA TANPA WARNA

DUNIA TANPA WARNA

Aku ini tuna netra yang bahagia
pernahkah kau tahu dunia yang maya?

Inilah duniaku yang tanpa warna
Takutkah kau pada gulita?

Takutkah kau pada terang benderang?
Kilauan cahaya yang gemintang
pada merah jingga surga dunia…

Teman,
sungguh ku takut pada semua itu
takut pada gelap rawan sisi hatiku
yang kan menutupi kilau suci kalam Illahi

Biarlah teman,
kusyukuri duniaku ini
dunia yang sarat makna suara
mungkin inilah cara Tuhan memuliakanku
menobatkan mataku menjadi mata terindah
karena ia suci dari hal-hal yang keji

biarlah teman…
biarkan aku percaya
bahwa biji mataku kan dapat melihat di surga

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HNP

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Pengertian

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)

Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

Patofisiologi

Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.

Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.

Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Manifestasi Klinis

Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis  bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan Diagnostik

1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang

2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.

3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I

4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.

Macam :

a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral

b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks

c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.

d. Disektomi dengan peleburan.

2. Immobilisasi

Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.

3. Traksi

Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.

4. Meredakan Nyeri

Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

Pengkajian

1. Anamnesa

Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga

2. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

Intervensi

1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot

a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10

b. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang

c. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi

d. Bantu pemasangan brace / korset

e. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan

f. Ajarkan teknik relaksasi

g. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus

a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif

b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif

c. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.

d. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi

e. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.

f. Kolaborasi : analgetik

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual

a. Kaji tingkat ansietas pasien

b. Berikan informasi yang akurat

c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.

d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

e. Libatkan keluarga

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis

a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan

b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong

c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.

d. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.

e. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama

f. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

1.  Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002

2.  Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.

3.  Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.

4.  Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

5.  Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.

6.  Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS

  1. PENGERTIAN

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

  1. JENIS FRAKTUR
    1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
    2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
    3. Fraktur tertutup:  fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
    4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
    5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
    6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
    7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
    8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
    9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
    10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang  oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III.  ETIOLOGI

  1. Trauma
  2. Gerakan pintir  mendadak
  3. Kontraksi otot ekstem
  4. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

IV.  PATYWAYS

Trauma langsung                                                trauma tidak langsung                                       kondisi patologis

FRAKTUR

nyeri

Diskontinuitas tulang        pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar                                                                         kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag  Tlg                laserasi kulit:        spasme otot                tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan integritas kulit

putus vena/arteri       peningk tek kapiler reaksi stres klien

deformitas

perdarahan            pelepasan histamin         melepaskan katekolamin

gg. fungsi

protein plasma hilang               memobilisai asam lemak

kehilangan volume cairan

Gg mobilitas fisik

edema                   bergab dg trombosit

Shock hipivolemik

emboli

penekn pem. drh

menyumbat pemb drh

penurunan perfusi jar

gg.perfusi jar

V.     MANIFESTASI KLINIS

  1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
  2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
  3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat  diatas dan dibawah tempat fraktur
  4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
  5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
  2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
  3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
  4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
    1. PENATALAKSANAAN
  1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin  untuk kembali seperti letak semula.
  2. Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

  1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

 Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

 Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri

 Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau

 Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

VIII.  KOMPLIKASI

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX.  PENGKAJIAN

  1. Pengkajian primer

–          Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

–          Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

–          Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

  1. Pengkajian sekunder

a.Aktivitas/istirahat

z  kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

z  Keterbatasan mobilitas

  1. Sirkulasi

z  Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

z  Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

z  Tachikardi

z  Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

z  Cailary refil melambat

z  Pucat pada bagian yang terkena

z  Masa hematoma pada sisi cedera

  1. Neurosensori

z  Kesemutan

z  Deformitas, krepitasi, pemendekan

z  kelemahan

  1. Kenyamanan

z  nyeri tiba-tiba saat cidera

z  spasme/ kram otot

  1. Keamanan

z  laserasi kulit

z  perdarahan

z  perubahan warna

z  pembengkakan lokal

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan

Kriteria hasil:

z  Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

z  Mempertahankan posisi fungsinal

z  Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

z  Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

d.Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f.  Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodik

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

 Klien menyatajkan nyei berkurang

 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

 Tekanan darahnormal

 Tidak ada eningkatan nadi dan RR

Intervensi:

  1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
  2. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
    1. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
    2. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
    3. Jelaskanprosedu sebelum memulai
    4. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
      1. Drong  menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
      2. Observasi tanda-tanda vital
      3. Kolaborasi : pemberian analgetik
  1. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

z  Penyembuhan luka sesuai waktu

z  Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

  1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
  2. Monitor suhu tubuh
  3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
  4. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
  5. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
  6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
  7. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
  8. Kolaborasi emberian antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
  2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
  3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol  3. Jakarta. EGC
  4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS

  1. PENGERTIAN

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

  1. JENIS FRAKTUR
    1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
    2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
    3. Fraktur tertutup:  fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
    4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
    5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
    6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
    7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
    8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
    9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
    10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang  oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III.  ETIOLOGI

  1. Trauma
  2. Gerakan pintir  mendadak
  3. Kontraksi otot ekstem
  4. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

IV.  PATYWAYS

Trauma langsung                                                trauma tidak langsung                                       kondisi patologis

FRAKTUR

nyeri

Diskontinuitas tulang        pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar                                                                         kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag  Tlg                laserasi kulit:        spasme otot                tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan integritas kulit

putus vena/arteri       peningk tek kapiler reaksi stres klien

deformitas

perdarahan            pelepasan histamin         melepaskan katekolamin

gg. fungsi

protein plasma hilang               memobilisai asam lemak

kehilangan volume cairan

Gg mobilitas fisik

edema                   bergab dg trombosit

Shock hipivolemik

emboli

penekn pem. drh

menyumbat pemb drh

penurunan perfusi jar

gg.perfusi jar

V.     MANIFESTASI KLINIS

  1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
  2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
  3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat  diatas dan dibawah tempat fraktur
  4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
  5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
  2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
  3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
  4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
    1. PENATALAKSANAAN
  1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin  untuk kembali seperti letak semula.
  2. Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

  1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

 Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

 Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri

 Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau

 Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

VIII.  KOMPLIKASI

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX.  PENGKAJIAN

  1. Pengkajian primer

–          Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

–          Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

–          Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

  1. Pengkajian sekunder

a.Aktivitas/istirahat

z  kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

z  Keterbatasan mobilitas

  1. Sirkulasi

z  Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

z  Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

z  Tachikardi

z  Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

z  Cailary refil melambat

z  Pucat pada bagian yang terkena

z  Masa hematoma pada sisi cedera

  1. Neurosensori

z  Kesemutan

z  Deformitas, krepitasi, pemendekan

z  kelemahan

  1. Kenyamanan

z  nyeri tiba-tiba saat cidera

z  spasme/ kram otot

  1. Keamanan

z  laserasi kulit

z  perdarahan

z  perubahan warna

z  pembengkakan lokal

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan

Kriteria hasil:

z  Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

z  Mempertahankan posisi fungsinal

z  Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

z  Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

d.Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f.  Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodik

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

 Klien menyatajkan nyei berkurang

 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

 Tekanan darahnormal

 Tidak ada eningkatan nadi dan RR

Intervensi:

  1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
  2. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
    1. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
    2. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
    3. Jelaskanprosedu sebelum memulai
    4. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
      1. Drong  menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
      2. Observasi tanda-tanda vital
      3. Kolaborasi : pemberian analgetik
  1. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

z  Penyembuhan luka sesuai waktu

z  Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

  1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
  2. Monitor suhu tubuh
  3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
  4. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
  5. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
  6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
  7. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
  8. Kolaborasi emberian antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
  2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
  3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol  3. Jakarta. EGC
  4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MOLA HIDATIDOZA

Askep Mola Hidatidosa

Mola Hidatidosa

A. Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

Askep Mola Hidatidosa

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :

  1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
  2. Imunoselektif dari tropoblast.
  3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
  4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)

Askep Mola Hidatidosa

C. Patofisiologi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

  1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
  1. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

  • Teori missed abortionMudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
  • Teori neoplasma dari ParkSel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
  • Studi dari HertigStudi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

(Silvia, Wilson, 2000 : 467)

Askep Mola Hidatidosa

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :

  1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
  2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
  3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
  4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Askep Mola Hidatidosa

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

  1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
  2. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
  3. Foto roentgen dada.

F. Penatalaksanaan Medis

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

  1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
  1. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
  1. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
  1. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
  1. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

Askep Mola Hidatidosa

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

  1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
  1. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.
  1. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
    • Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
    • Riwayat kesehatan masa lalu
    • Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
  1. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
  1. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
  1. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
  1. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
  1. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
  1. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
  1. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan Fisik :

  • Inspeksi
    Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

    Hal yang diinspeksi antara lain :

    Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.

  • PalpasiPalpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
    • Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
    • Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
    • Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
  • PerkusiPerkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
    • Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
    • Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
  • AuskultasiAuskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
    (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

B. Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
  1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
  1. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
  1. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

B. Intervensi

DIAGNOSA I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

  • Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
  • Ekspresi wajah tenang
  • TTV dalam batas normal

Intervensi :

  • Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
    Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.
  • Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
    Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
  • Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
    Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
  • Beri posisi yang nyaman
    Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.
  • Kolaborasi pemberian analgetik
    Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

  • Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
  • Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :

  • Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
    Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.
  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
    Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.
  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
    Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
  • Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

DIAGNOSA III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

  • Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
  • Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

  • Kaji pola tidur
    Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.
  • Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
    Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
  • Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
    Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.
  • Batasi jumlah penjaga klien
    Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
  • Memberlakukan jam besuk
    Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
  • Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
    Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.

DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

  • Tanda-tanda vital dalam batas normal
  • Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

  • Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
    Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.
  • Pantau suhu lingkungan
    Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.
  • Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
    Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
  • Berikan kompres hangat
    Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
  • Kolaborasi pemberian obat antipiretik
    Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

  • Ekspresi wajah tenang
  • Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

  • Kaji tingkat kecemasan klien
    Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
  • Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
    Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.
  • Mendengarkan keluhan klien dengan empati
    Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.
  • Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
    Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
  • Beri dorongan spiritual/support
    Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta

Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta

Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS

Askep Meningitis

Meningitis

A. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Askep Meningitis

B. Etiologi

  1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
  2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
  3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
  4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
  5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
  6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

Askep Meningitis

C. Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

  1. Meningitis serosa
    Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
  1. Meningitis purulenta
    Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

Askep Meningitis

D. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Askep Meningitis

E. Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

  1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
  2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
  3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :
    • Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
    • Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
    • Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
  4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
  5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
  6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
  7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

Askep Meningitis

F. Pemeriksaan Diagnostik

  1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
    • Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
    • Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
  2. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
  3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
  4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
  5. Elektrolit darah : Abnormal.
  6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
  7. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
  8. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

Askep Meningitis

G. Komplikasi

  1. Hidrosefalus obstruktif
  2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
  3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
  4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
  5. Efusi subdural
  6. Kejang
  7. Edema dan herniasi serebral
  8. Cerebral palsy
  9. Gangguan mental
  10. Gangguan belajar
  11. Attention deficit disorder.

Askep Meningitis

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis
A. Pengkajian

  1. Biodata klien.
  1. Riwayat kesehatan yang lalu
    • Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
    • Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
    • Pernahkah operasi daerah kepala ?
  1. Riwayat kesehatan sekarang
    • Aktivitas
      Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
    • Sirkulasi
      Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
    • Eliminasi
      Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
    • Makanan/cairan
      Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
    • Higiene
      Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
    • Neurosensori
      Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
    • Nyeri/keamanan
      Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
    • Pernafasan
      Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

Askep Meningitis

B. Diagnosa Keperawatan

  1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
  1. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
  1. Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
  1. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
  1. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
  1. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

Askep Meningitis

C. Intervensi

  1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
    Mandiri :

    • Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
    • Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
    • Pantau suhu secara teratur
    • Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
    • Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
    • Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)

Kolaborasi :

    • Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
  1. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
    Mandiri :

    • Tirah baring dengan posisi kepala datar.
    • Pantau status neurologis.
    • Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang.
    • Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
    • Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

Kolaborasi :

    • Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
    • Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit).
    • Pantau BGA.
    • erikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
  1. Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
    Mandiri :

    • Pantau adanya kejang
    • Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
    • Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
  1. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
    Mandiri :

    • Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
    • Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
    • Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
    • Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.

Kolaborasi :

    • Berikan anal getik, asetaminofen, codein
  1. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
    • Kaji derajat imobilisasi pasien.
    • Bantu latihan rentang gerak.
    • Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
    • Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
    • Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
  1. Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
    • Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
    • Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
    • Observasi respons perilaku.
    • Hilangkan suara bising yang berlebihan.
    • Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
    • Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
    • Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
  1. Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
    • Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
    • Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
    • Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
    • Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.

H. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

  1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
  2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
  3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
  4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
  5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
  6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
  7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.

Askep Meningitis

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.