STURUKTUR ORGANISASI IKM 2011-2012

STRUKTUR ORGANISASI
IKATAN KELUARGA MAHASISWA (IKM) AKPER PEMDA KOLAKA
PERIODE 2011/2012

Pelindung / Penanggungjawab : Direktur Akper Pemda Kolaka
Pembina : Udin Ismail, SKM
Ketua Umum : Nur Rojiun
Wakil Ketua : Eko Saputra
Sekretaris : Eka Zulkifli Syam
Sekretaris 1 : Aswandari
Bendahara : Rahmi
Bendahara 1 : Marissa Hs.
Kordinator Umum : Takdir Ihsyam
Catur Abdul Kasim
Bidang-Bidang
1. Bidang Kerohanian
Koordinator : Yuling
Anggota : I Ketut Adigunarta
Rani
Wayan Santra
Hirmansyah
Mutmainnah
Sri Hardianti M
Anwar
Uut Utiningsih
2. Bidang Kesejahteraan dan Kemandirian Usaha
Koordinator : Novita
Anggota : Nurul Qoriah
Dian Handayani
Musrah
Besse Risky Afnarni
Taufiqkurahman
Hasniati
3. Bidang Kreatifitas Seni dan Olahraga
Koordinator : Nova Imanuela
Anggota : Hevi Karmila
Nurlinah
Adriani
Eka Lasmita
I Wayan Sudiarta
Tasbi
Andry Aprianto Dalwin
Amruddin
4. Bidang Humas
Koordinator : Masjidil
Anggota : Sarah
Asni Jayanti
Septiawan
Fahrul Rajab
Asty Rahayu
Tria Merdekawati Kasbi
5. Bidang Sarana & Prasarana
Koordinator : Heri Rahman Setiawan
Anggota : Veny Punicha
Mirnawati
Kurniawaan
Aswanto
Dulman Ahmad
6. Bidang Keamanan
Koordinator : Musliadi
Anggota : Ferizal
Putu Endra
Uliandi
Sultan
Agus Salim
Muh. Asrul

STUDI TENTANG PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TERHADAP BAHAYA ROKOK DI SMA NEGERI 1 TIRAWUTA KECAMATAN TIRAWUTA KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rokok merupakan masalah kesehatan masyarakat karena rokok merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit antara lain penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskuler, impotensi, berbagai jenis kanker yang disebabkan oleh berbagai bahan kimia atau partikel yang ada di dalam asap rokok tersebut (Ekawati, 2010).
Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan. Tapi sayangnya masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril, 2002).
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan penyakit ganggguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Pasien-pasien perokok juga beresiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka setelah pembedaan termasuk bedah plastik dan rekontruksi, operasi plastik pembentukan payudara dan operasi yang menyangkut anggota tubuh bagian bawah (Anonim, 2008).
Untuk skala nasional, biaya penanggulangan dampak negatif rokok lebih besar dari pada pemasukan yang diperoleh dari produksi rokok. Untuk pemakaian yang meluas di masyarakat seperti Indonesia, dampak negatif dari konsumsi rokok adalah tingkat kesehatan yang rendah, angka kematian yang tinggi, tingkat kecerdasan yang rendah, tingkat cacat tubuh bawaan yang tinggi, dan kemiskinan yang merata. Pemasukan yang didapat oleh negara dari cukai rokok tidak akan cukup untuk memperbaiki dampak negatif tadi (Subagyo, 2007).
Pengetahuan merupakan faktor internal berperilaku sebagaimana didefenisikan Notoadmojo sebagai hasil dari tahu dari apa yang terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu, dengan pengetahuan yang dimiliki (Notoadmojo, 2007).
Sedangkan sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang objek. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, dan suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek (Purwanto, 1998).
Konsumsi rokok masyarakat Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004, menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok tercatat sebanyak 34,44%, terdiri dari merokok setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09%. Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa penduduk usia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari sudah mencapai 23,7%. Secara nasional persentase yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29% sampai 32% (Imam, 2009).
Saat ini, terdapat 1.100 juta penghisap rokok di dunia. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga mencapai 1.640 juta orang. Setiap tahunnya, 4 juta orang meninggal dunia karena kasus yang berhubungan dengan tembakau. Tahun 2030, gambaran ini akan meningkat mencapai angka 10 juta. Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999, sekitar 250 juta anak-anak di dunia akan meninggal karena tembakau apabila konsumsi tembakau tidak dihentikan (Imam, 2009).
Menurut survei di beberapa SMP di Jakarta, setiap siswa di sekolahnya mulai mengenal bahkan mencoba merokok dengan presentase 40% sebagai perokok aktif yang terdiri atas 35% putra dan 5% putri. Dan berdasarkan pemantauan lanjutan dari para pelajar yang merokok itu sebanyak 25% Drop Out. Kebiasaan merokok bagi para pelajar bermula karena kurangnya informasi dan kesalahpahaman informasi, terpengaruh dengan iklan atau terbujuk rayuan teman. Diperoleh dari hasil angket Yayasan Jantung Indonesia sebanyak 77% siswa merokok karena ditawari teman (Imam, 2009).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Tirawuta Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka yang dimana siswanya berjumlah 534 Orang, dengan membagikan angket pada tanggal 14 Desember 2010 kepada 75 orang siswa, dengan hasil 28 orang atau 37 % diantaranya mengaku sebagai perokok aktif, dan 47 orang atau 63 % mengaku tidak merokok. Hasil penelitian awal ini didukung dengan adanya 10 orang siswa yang kedapatan merokok di luar lingkungan sekolah di tempat yang berbeda dengan masih menggunakan seragam sekolah. Dan berdasarkan pengamatan lanjutan dari para pelajar yang merokok tersebut, rata – rata mereka mencoba untuk merokok karena terpengaruh oleh teman.
Berdasarkan data tersebut dan dengan melihat kejadian yang terjadi di SMA Negeri 1 Tirawuta, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Studi Tentang Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Bahaya Rokok di SMA Negeri 1 Tirawuta Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka Tahun 2011”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Bahaya Rokok Di SMA Negeri 1 Tirawuta, Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Bahaya Rokok Di SMA Negeri 1 Tirawuta Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa SMA Negeri 1 Tirawuta terhadapa bahaya rokok di SMA Negeri 1 Tirawuta
b. Untuk mengidentifikasi sikap siswa SMA Negeri 1 Tirawuta terhadap bahaya rokok di SMA Negeri 1 Tirawuta.
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah SMA Negeri 1 Tirawuta untuk semakin meningkatkan pengawasan, bimbingan dan penyuluhan pada siswa mengenai bahaya rokok.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian lain di lingkungan AKPER Pemda Kolaka
3. Sebagai bahan agar diperoleh gambaran pengetahuan siswa terhadap bahaya rokok di SMA Negeri 1 Tirawuta

PERTARUNGAN PEMILIHAN KETUA IKM MASA BAKTI 2011/2012

PENDAFTARAN KETUA IKM MASA BAKTI 2011/2012
Persyaratan

1. Terdaftar Sebagai Mahasiswa Akper Pemda Kolaka
2. Memiliki Pasangan Sebagai Wakil Ketua, ketentuaanya harus dari tingkat I,
3. Yang menjadi ketua IKM adalah dari tingkat II, dan yang menjadi wakil adalah dari tingkat I
4. Menyertakan Visi dan Misi
5. Menyertakan pas foto 3 x 4 close up 1 lembar untuk masing – masing pasangan
6. Mendaftarkan diri pada :
a. Syamsul Mansyur CP: 085250119880
b. Jihan Nurul Fitri CP : 085241841821
c. Sumartini CP : 085238923480
7. Batas Akhir Pendaftaran 2 Juni 2011

“ Mari Lakukan Perubahan Menjadi Yang Lebih Baik”

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CA VESIKA URINARIA

TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Defenisi
a. Neoplasma : kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (dr. Achmad Tjarta dalam nurse87, 2009).
b. Kanker adalah: Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Marilynn E. Doenges dalam nurse87, 2009)
c. Cancer: Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setiap bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada jaringan epitel. (Sue Hinchlif dalam nurse87, 2009).
d. Buli – buli adalah tempat penampungan urine yang berasal dari ginjal.
e. Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kemih) (nurse87, 2009)
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
a. Anatomi sistem perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas , dua ginjal, yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih, dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), maka kandung kemih ini berfungsi sebagai reservoar bagi kemih , dan uretra, yang mengantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah. Setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu satuan fungsional ginjal ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi.
Pembentukan kemih pada garis besarnya, pertama, mereka menyaring air dan bahan terlarut dari darah. Kedua, secara selektif mengadakan reabsorbsi sebagian zat kembali kedarah. Setiap harinya rata-rata seorang dewasa memasukkan 2,7 L air. Sebagian besar dari minuman dan makanan. Normalnya sejumlah air yang sama dikeluarkan, seperti berupa insensible Losser melalui paru dan kulit, sisanya berupa kemih dan tinja.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Ujung ureter, yang berpangkal diginjal, berbentuk corong lebar dan disebut pelvis renalis/renal. Pelvis renis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk kaliks minor. Kaliks minor menampung urine yang terus menerus keluar dari papilla. Dari kaliks minor urine masuk kekaliks mayor, kepelvis renis, kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung didalam kandung kemih (vesika urinaria) kalau sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak didalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya teraba diatas pubis.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera
b. Fisiologi sistem perkemihan
1) Mekanisme pembentukan urin
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin,proses tersebut berupa filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman, proses ini yang dikenal sebagai filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrate glomerulus. Pada saat filtrate mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus(lumen tubulus) kedalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus melalui filtrasi glomerulus/ namun hanya sekitar bowman, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Eksresi urin mengacu pada eliminasi zat zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu proses terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses utama. Semua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi akan tetap berada dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk disekresikan sebagai urin.1,
2) Filtrasi Glomerulus
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsul bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu:
a) Dinding kapiler glomerulus
b) Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal
c) Lapisan dalam kapsul bowman.
Secara kolektif ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lainnya.
Faktor yang berperan dalam Filtrasi
untuk melaksanakan filtrasi glomerulus harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membrane glomerulus. Dalam perpindahan cairan tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy local tetapi disebabkan oleh gaya-gaya fisik pasif yang mirip dengan gaya yang terdapat di kapiler tubuh lainnya. Kecuali dua perbedaan penting yaitu kapiler glomerulus jauh lebih permeable dibandinkan dengan kapiler di tempat lain dan keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membrane glomerulus sehingga filtrasi berlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus yaitu :
a) Tekanan darah kapiler glomerulus
b) Tekanan osmotic koloid plasma
c) Tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus yang akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus, diperkirakan bernilai rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi dari pada tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi kedua gaya lain yaitu tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid plasma sekitar 30 mmHg ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membrane glomerulus. Cairan di dalam kapsul bowman menimbulkan tekanan hidristatik yang diperkirakan sekitar 15 mmHg yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul bowman. dengan tekanan yang rendah menyebabkan adanya proses filtrasi dan reabsorbsi Dikutip dari kepustakaan 3 Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) Terdapat ketidakseimbangan gaya gaya yang bekerja melintasi glomerulus. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55 mmHg, dan jumlah total gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi netto tapi juga pada luas permukaan glomerulus dan seberapa permeabelnya membrane glomerulus. Sifat-sifat membrane glomerulus ini disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf). dengan demikian 1,3 GFR = Kf x tekanan filtrasi netto
3) Pengontrolan GFR
Tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus ditimbulkan oleh ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul bowman, perubahan pada salah satu dari gaya fisik ini akan mempengaruhi GFR. Berbeda dengan tekanan darah kapiler glomerulus yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR dalam memenuhi kebutuhan tubuh. GFR dikontrol oleh dua mekanisme yang dapat menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur kaliber dan resistensi arteriol aferen.keduanya adalah otoregulasi dan control simpatis ekstrinsik1.
Otoregulasi GFR
Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang konstan walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan mengubah tekanan arteri caliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab melaksanakan respon otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini diperkirakan dua mekanisme yaitu mekanisme miogenik dan mekanisme umpan balik tubule-glomerulus.
4) Mekanisme miogenik
Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian arteriol aferen secara otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekanan arteri meningkat. Respon ini membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol aferen yeng tidak teregang akan melemas sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningkat walaupun terjadi penurunan tekanan arteri1
5) Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus
Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu kombinasi khusus sel-sel tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus. Sel-sel macula densa mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi akan mencapai tubulus distal lebih banyak dari pada normal. Sebagai respon sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari apparatus jukstaglomerulus yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia berhasil di identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan sebagian lainnya vasodilator (bradikinin) tetapi kontribusi mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Melalui apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan didalamnya dan menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing-masing.1
Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan,GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja oleh mekanisme control ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Control ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mangetur tekanan darah arteri, system saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluih darah. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokonstriksi yang di induksi oleh system simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Sebaliknya jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan mendeteksi peningkatan tekanan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arteriol aferen secara reflex berkurang sehingga terjadi vasodilalatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus malalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat.1
6) Reabsorbsi Tubulus
Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Setiap bahan yang direabsorbsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Tubulus memilik ketebalan satu lapisan sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di dekatnya. Untuk dapat direabsorbsi suatu bahan harus harus melewati lima sawar terpisah
a) Bahan tersebut harus meninggalkan cairab tubulus dengan melintasi membrane luminal sel tubulus
b) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
c) Bahan tersebut harus menyebrangi membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium
d) Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium
e) Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah Keseluruhan langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel.
Reabsorbsi Natrium reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuhan energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+.1
f) Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa, asam amino,H2O,Cl-, dan urea
g) Reabsorbsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menhasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H¬2O
h) Reabsorbsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di bawah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorbsi tersebut juga berkaitan dengan sekresi K- dan H+
Langkah aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan transport akif Na+K+ATPase yang terletak di membrane basolateral sel tubulus. transport ini merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif megeluarkan Na+ dari sel. Ginjal mensekresikan hormone renin sebagai respons terhadap penuruna NaCl,volume CES, dan tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I,kemudian dengan angiotensin converting enzim yang diproduksi di paru angiotensin I diubah menjadi angiotensin II yang dapat merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormone aldosteron yang dapat merangsang reansorbsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul melalui dua cara sebagai berikut :
a) Mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membrane luminal sel tubulus distal dan pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel.
b) Menginduksi sintesis pembawa Na+K+ATPase yang disisipkan ke dalam membrane basolateral sel-sel tersebut.
Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorbsi Na+. Ion klorida mengikuti secara pasif sesuai gradient listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif Na+.1 Reabsorbsi Glukosa Sejumlah besar molekul organic yang mengandung nutrisi misalnya glukosa dan asam amino difiltrassi setiap harinya karena zat zat ini secara normal direabsorbsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung energy dan Na+ yang terletak di tubulus proksimal. Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalh 100 mg glukosa/100 ml plasma. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder . gradient konsentrasi Na+ lumen ke sel-sel yang diciptakan oleh pompa Na+K+ATPase basolatreal yang memerlukan energy ini mengaktifkan system kontransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan gradient konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy. Pada dasarnya glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorbsi Na+ yang mengunakan energi.1
Reabsorbsi urea Reabsorbsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorbsi aktif Na+. reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang sekunder terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradient konsentrasi untuk urea yang mendorong reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun jumlah urea yang terdapat di dalam 125 ml cairan filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hamper tiga kali lipat, akibatnya konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi urea dalam plasma kapiler-kapiler di sekitarnya. Dengan demikian tercipta gradient konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus1
7) Sekresi tubulus
Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akann dieliminasi di urin. Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorbsi, sekresi dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah ion H+,ion K+, serta anion dan kation organic yang banyak diantaranya adalah senyawa-senyawa asing bagi tubuh. Sekresi ion kalium ditubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorbsi Na+ melalui pompa Na+K+ basolateral yang bergantung energy. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar keruang lateral tetapi juga memindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus lumen membrane luminsal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ yang terdapat di sawar tersebut. Beberapa factor mampu mengubah kecepatan sekresi K+,yang paling penting adalah hormone aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oles sel sel tubulus di bagian akhir nefron secara simukltan untuk meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemjudian mendorong sekresi dan eksresi kelebihan K+ . Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+ plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteronh sehingga sekresi K+ oleh ginjal yang dirangsang oleh aldosteron juga berkurang.1
8) Eksresi dan pemekatan urin
Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi permenit,124 ml/menit direabsorbsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian urin yang dieksresikan perhari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan, dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal dan kelebihan akan dikeluarkan melalui urin. Osmolaritas CES bergantung pada jumlahh relative H2O dibanding dengan zat terlarut. Secara umum,osmolaritas CES sama di seluruh tubuh. Ginjal tidak dapat mengeksresi urin dengan konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih remdah dari pada cairan tubuh. Pada cairan intertisium medulla kedua ginjal terdapat gradien osmotic vertikel besar. Konsentrasi cairan intertisium secara progresif meningkat dari batas korteks turun ke kedalamn medulla ginjal sampai mencapai maksimum 1.200mosm/l pada manusia ditaut dengan pelvis ginjal. Gradient osmotic vertical ini bersifat konstan tanpa bergantung pada keseimbangan cairan tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi antara 100 sampai 1.200 mosm/l1
Tidak seperti tubulus proksimal, bagian awal tubulus pengumpul bersifat impermeable terhadap urea. Akibatnya,urea secara progresif lebih pekat di segmen ini karena H2O direabsorbsi oleh keberadaan vasopressin. Urea tidak dapat keluar mengikuti penurunan gradient konsentrasi karena segmen ini impermeable terhadap urea. Urea berdifusi keluar dibagian terakhir tubulus pengumpul mengikuti penurunan gradient konsentrasinya kedalam cairan intertisium dan bagian dasar lengkung henle karena segmen-segmen tubulus ini permeable terhadap urea. Vasopressin meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea. Masuknya urea kedalam cairan intertisium ikut menentukan hipertonisitas medulla di medulla bagian dalam. Sewaktu cairan tubulus mengalir melalui pars ascendens dan tubulus distal, urea tidak dapat keluar karena segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian urea tidak dapat berdifusi keluar walaupun cairan melewati daerah dengan konsentrasi ura yang lebih rendah. Konsentrasi urea cairan tubulus semakin meningkat karena air direabsorbsi sewaktu cairan sekali lagi memasuki bagian awal tubulus pengumpul. Dengan demikian apabila terjadi sekresi vasopressin akibat deficit H2O, daur ulang urea ini secara progresif memekatkan urea di dalam vairan tubulus yang dieksresikan sebagai urin.1
9) Proses Berkemih
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih,aliran urin di ureter tidak semata-mata bargantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltic otot polos di dinding urethra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus kandung kemih secara obliq, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih

3. Etiologi
Penyebab yang pasti dari kanker kandung kemih tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko:
a. Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
b. Merokok, merupakan faktor resiko yang utama.
c. Lingkungan pekerjaan, beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit.
d. Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis).
e. Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.
f. Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkecil terdapat pada orang Asia.
g. Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar.
h. Riwayat keluarga, orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.

4. Klasifikasi Cancer Buli
a. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
1) T = Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
a) Tis= Carcinoma insitu (pre invasive Ca)
b) Tx = Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
c) To = Tanda-tanda tumor primer tidak ada
d) T1 = Pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
e) T2 = Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi dari pada dinding buli-buli.
f) T3 = Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli.
• T3a= Invasi otot yang lebih dalam
• T3b= Perluasan lewat dinding buli-buli
g) T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
• T4a= Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
• T4b= Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.
2) N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
a) Nx= Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
b) No = Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
c) N1= Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
d) N2= Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
e) N3 = Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya dan tumor
f) N4= Pembesaran lkelenjar lymfe juxta regional
3) M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
a) Mx= Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
b) M1= Adanya metastase jauh
• M1a = Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
• M1b = Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
• M1c = Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
• M1d = Metastase dalam organ yang multiple
b. Type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1) Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli – squamosa cell., anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya.
2) Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3) Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal
4) Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing
5) Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

5. Patofisiologi
BULI-BULI

Ca Buli-Buli

Ulserasi

Infeksi sekunder :
• panas waktu kencing
• merasa panas dan tubuh lemah
• kencing campur darah Metastase

Invasi pada bladder

Retensio urine :
• Sulit/sukar kenicing Oklusi ureter/pelvic renal

Refluks

Hydronephrosis
• Nyeri suprapubic
• Nyeri pinggang

Ginjal membesar

Penatalaksanaan
Pre Operasi

Operasi Sistektomi (post op operasi)
• Kecemasan
• Takut
• Kurang pengetahuan Radioterapy
• Defifsit ekonomi
• Tidak adequatnya terapi Chemotherapy
• Tidak adequatnya terapi
• Efek samping chemotherapy
 Panas tubuh dan lemah
 Nafsu makan menurun
 Intoleransi aktivitas
 Depresi
 Gangguan konsep diri

6. Manifestasi Klinik
a. Kencing campur darah yang intermitten
b. Merasa panas waktu kencing
c. Merasa ingin kencing
d. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
e. Nyeri suprapubik yang konstan
f. Panas badan dan merasa lemah
g. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
h. Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis. Gejala dari kanker kandung kemih menyerupai gejala infeksi kandung kemih (sistitis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan. Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi, gejalanya tidak menghilang.
7. Komplikasi
a. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
b. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
c. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan Hb
a) Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria

2) Pemeriksaan Leukosit
a) Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
b) Acid phospatase meningkat; kanker prostat metastase,
c) ACTH meningkat kanker paru
d) Alkaline phosphatase meningkat; kanker tulang atau metastase ke tulang, kanker hati, lymphoma, leukemia.
e) Calsium meningkat; metastase tulang, kanker mamae, leukemia, lymphoma, multiple myeloma, kanker; paru, ginjal, bladder, hati, paratiroid.
f) LDH meningkat; kanker hati, metastase ke hati, lymphoma, leukemia akut
g) SGPT (AST), SGOT (ALT) meningkat; kanker metastase ke hati.
h) Testosteron meningkat; kanker adrenal, ovarium
b. Radiology
1) Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
2) Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
3) Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
4) Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
c. Cystocopy dan biopsy
1) Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
2) Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
d. Cystologi
pada sedimen urine terdapat transionil cel daripada tumor
9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Operasi
Operasi kanker yang terbatas pada permukaan dalam kandung kemih atau hanya menyusup ke lapisan otot paling atas, bisa diangkat seluruhnya melalui sistoskopi. Tetapi sering terbentuk kanker yang baru, kadang di tempat yang sama, tetapi lebih sering terbentuk di tempat yang baru.
Angka kekambuhan bisa dikurangi dengan memberikan obat anti-kanker atau BCG ke dalam kandung kemih setelah seluruh kanker diangkat melalui sistoskopi. Pemberian obat ini bisa digunakan sebagai pengobatan pada penderita yang tumornya tidak dapat diangkat melalui sistoskopi.
Kanker yang tumbuh lebih dalam atau telah menembus dinding kandung kemih, tidak dapat diangkat seluruhnya dengan sistoskopi. Biasanya dilakukan pengangkatan sebagaian atau seluruh kandung kemih (sistektomi).
Kelenjar getah bening biasanya juga diangkat untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar atau belum.Terapi penyinaran saja atau dikombinasikan dengan kemoterapi kadang bisa mengobati kanker. Jika kandung kemih diangkat seluruhnya, maka harus dipasang alat untuk membuang air kemih.Biasanya air kemih dialirkan ke suatu lubang di dinding perut (stoma) melalui suatu saluran yang terbuat dari usus, yang disebut ileal loop. Selanjutnya air kemih dikumpulkan dalam suatu kantong.
Cara untuk mengalihkan air kemih pada penderita yang kandung kemihnya telah diangkat, digolongkan ke dalam 2 kategori:
a) Orthotopic neobladder
b) Continent cutaneous diversion.
Pada kedua cara tersebut, suatu penampung internal dibuat dari usus.
Pada orthotopic neobladder, penampung ini dihubungkan dengan uretra. Penderita diajarkan untuk mengosongkan penampung ini dengan cara mengendurkan otot dasar panggul dan meningkatkan tekanan dalam perut, sehingga air kemih mengalir melalui uretra. Pada continent cutaneous urinary diversion, penampung ini dihubungkan dengan sebuah lubang di dinding perut. Diperlukan kantong luar, karena air kemih tetap berada dalam penampung sebelum dikosongkan oleh penderita dengan cara memasang selang melalui lubang di dinding perut ke dalam penampung. Penderita melakukan pengosongan ini secara teratur. Kanker yang sudah menyebar diobati dengan kemoterapi.
2) Radioterapy
a) Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C.
b) RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu.
3) Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a) Citral, 5 fluoro urasil
b) Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli selama dua jam
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
b. Riwayat keperawatan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
c. Pemeriksaan fisik dan klinis
1) Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah bear.
2) Palpasi, teraba tumor (masa) suprapubic, pemeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan Hb
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria
b) Pemeriksaan Leukosit
Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
• Acid phospatase meningkat; kanker prostat metastase,
• ACTH meningkat kanker paru
• Alkaline phosphatase meningkat; kanker tulang atau metastase ke tulang, kanker hati, lymphoma, leukemia.
• Calsium meningkat; metastase tulang, kanker mamae, leukemia, lymphoma, multiple myeloma, kanker; paru, ginjal, bladder, hati, paratiroid.
• LDH meningkat; kanker hati, metastase ke hati, lymphoma, leukemia akut
• SGPT (AST), SGOT (ALT) meningkat; kanker bermetastase ke hati.
• Testosteron meningkat; kanker adrenal, ovarium
c) Radiology
• Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
• Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
• Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
• Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
d) Cystocopy dan biopsy
• Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
• Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
c) Cystologi
Pengecatan sieman/papanicelaou pada sedimen urine terdapat transionil cel dari pada tumor.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi keperawatan pre operasi
a. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
1) Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
2) Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3) Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.

b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.

c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.

f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.

d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.

e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
1) Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2) Melaporkan nyeri yang dialaminya
3) Mengikuti program pengobatan
4) Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.

f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.

e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Untuk mengatasi nyeri.
c. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
1) Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
2) Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3) Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.

f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
i. Kolaboratif
1) Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin

2) Berikan pengobatan sesuai indikasi

3) Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.

d. Kalori merupakan sumber energi.

e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.

h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

1) Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
2) Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien.
3) Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.

d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
1) Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.
2) Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
3) Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.
4) Bekerjasama dengan pemberi informasi.
INTERVENSI RASIONAL
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.

b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.

c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.

d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.

f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.

Penyimpangan KDM (Kebutuhan Dasar Manusia) CA VESIKA URINARIA

STRUKTUR ORGANISASI IKATAN KELUARGA MAHASISWA (IKM) AKPER PEMDA KOLAKA PERIODE 2010/2011

Pelindung / Penanggungjawab : Direktur Akper Pemda Kolaka
Pembina : Udin Ismail, SKM
Ketua Umum : Budiman
Wakil Ketua : Nur Rojiun
Sekretaris : Firman
Sekretaris 1 : Nova Imanuella
Bendahara : Ernawati
Bendahara 1 : Sri Riska, N
Bidang-Bidang
1. Kordinator Umum : Syamsul Mansyur
Reni Anggreani
2. Bidang Kerohanian
Koordinator : Nurhidayah ( II C )
Anggota : I Ketut Adigunarta
Nurhayati.
Yuling
Fifi Oktavia Pabeno
3. Bidang Kesejahteraan dan Kemandirian Usaha
Koordinator : I Made Lima Astawa ( II B )
Anggota : Jusman Jufri
Fatma Setiawati
Ully Ashari
Astin Wulandari
4. Bidang Kreatifitas Seni dan Olahraga
Koordinator : Fadli Anand ( II A )
Anggota : Arni Ariasta
Hevi Karmila
Nurlina
5. Bidang Humas
Koordinator : Fajar Ilyas ( II B )
Anggota : Heri Rahma Setiawan
Hastuti
Novita
6. Bidang Sarana & Prasarana
Koordinator : Agusman ( II C )
Anggota : Rahmi
Nurul Qori’ah
Muhlis Muin
7. Bidang Keamanan
Koordinator : Jaya Aswad ( II A )
Anggota : Aspirdan
Ahmad Safri
Eka Sulkifli

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN COMBUSTIO

BASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah. Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
– Superfisial
– Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%

C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
CO menurun.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
– Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
– Tulle.
– Silver sulfa diazin tebal.
– Tutup kassa tebal.
– Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas . Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi

Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.

Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.

Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA

Kaji ulang seri rontgen

Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.

Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi. Dugaan cedera inhalasi

Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan. Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.

Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Selidiki perubahan mental

Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine

Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :
– Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)

– Kalium

– Antasida

Pantau:
– Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
– Warna urine.
– Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
– Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
– Berat badan setiap hari.
– CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
– Status umum setiap 8 jam.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.

Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).

Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.

Inspeksi adekuat dari luka bakar.

Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.

Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas. Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.

Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.

Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik. Pantau:
– Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
– Suhu setiap 4 jam.
– Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.

Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.

Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.

Melindungi terhadap tetanus.

Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.

Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri. Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba. Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.

Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
– Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEPATITIS

HEPATITIS

A. DEFINISI
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001)

B. ETIOLOGI
1. Virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Parenteral seksual, perinatal Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B
Fekal-oral
Keparah-an Tak ikterik dan asimto- matik Parah Menyebar luas, dapat berkem-bang sampai kronis Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut
Sama dengan D
Sumber virus Darah, feces, saliva Darah, saliva, semen, sekresi vagina Terutama melalui darah Melalui darah Darah, feces, saliva

2. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.

C. TANDA DAN GEJALA
1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

D. PATOFOSIOLOGI
Patways terlampir.
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
– urobilirubin direk
– bilirubun serum total
– bilirubin urine
– urobilinogen urine
– urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
– protein totel serum
– albumin serum
– globulin serum
– HbsAG
c. Waktu protombin
– respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
– AST atau SGOT
– ALT atau SGPT
– LDH
– Amonia serum
2. Radiologi
– foto rontgen abdomen
– pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
– kolestogram dan kalangiogram
– arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
– laparoskopi
– biopsi hati

F. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

PATHWAYS

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1. Aktivitas
ð Kelemahan
ð Kelelahan
ð Malaise

2. Sirkulasi
ð Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
ð Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
ð Urine gelap
ð Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
ð Anoreksia
ð Berat badan menurun
ð Mual dan muntah
ð Peningkatan oedema
ð Asites
5. Neurosensori
ð Peka terhadap rangsang
ð Cenderung tidur
ð Letargi
ð Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
ð Kram abdomen
ð Nyeri tekan pada kuadran kanan
ð Mialgia
ð Atralgia
ð Sakit kepala
ð Gatal ( pruritus )

7. Keamanan
ð Demam
ð Urtikaria
ð Lesi makulopopuler
ð Eritema
ð Splenomegali
ð Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
ð Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus

G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
a. Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
– Akui adanya nyeri
– Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c. Berikan informasi akurat dan
– Jelaskan penyebab nyeri
– Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
– Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
– Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen

b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh
– Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
– Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
– Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta, Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta.